Hellen Keller dan Anne Sullivan, Pasangan Guru Murid yang Tak Pantang Menyerah Menjalani Hidup
foto: perkins.org
Dears, kamu pasti
sering mendengar kisah-kisah dari beberapa wanita inspiratif mulai dari pejuang
emansipasi sampai kisah tentang ibu. Tapi pernahkah kalian mendengar kisah
tentang Hellen Keller dan gurunya Anne Sullivan?
Hellen Keller adalah
seorang perempuan berkebutuhan khusus. Ia kehilangan penglihatan dan
pendengarannya ketika mengalami penyakit aneh di usia 2th. Sedangkan Anne
Sullivan adalah gurunya yang semasa kecilnya juga sempat kehilangan
pengelihatan karena menderita trakoma.
Setelah melalui serangkaian operasi, Anne dapat melihat kemudian belajar belajar
dan lulus dengan nilai tinggi di the
Perkins Institute for the Blind. Mereka adalah pasangan guru dan murid yang
paling inspiratif di dunia pendidikan.
Apa saja yang membuat
kisah mereka inspiratif?
Keterbatasan Hellen tidak membatasi kecerdasannya, ia dapat menjalani
hidup selayaknya orang normal.
Anak tuna rungu dan
tuna wicara pastilah akan mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang
mereka inginkan. Ditambah dengan tuna netra, hal ini semakin menghambat proses
komunikasi anak tersebut. Akibatnya, anak akan stress dan agresif dalam
menyampaikan maksud dan keinginan hatinya. Ini terjadi pada Hellen Keller. Ia tumbuh
menjadi gadis manja, liar, dan agresif karena mengalami hambatan dalam
mengekspresikan dirinya dan keinginannya. Namun setelah ia bertemu gurunya,
dengan keyakinan bahwa bahasa adalah
kunci untuk mendapatkan akses ke pikiran Hellen, ia dapat mengembangkan potensi
dirinya dan dapat menjalani hidupnya seperti gadis normal.
Konsistensi Anne Sullivan dalam mengajar Hellen, membuat Hellen akhirnya
mampu menyelesaikan kuliahnya dan menjadi pengacara sukses.
Selain mengajarkan
sisi akademis, Anne juga berkomitmen untuk membuat Hellen dapat melakukan
aktivitas yang sama seperti anak pada umumnya. Banyak orang yang meragukan
komitmen Anne kepada Hellen. Menurut mereka Anne hanya ingin mengendalikan dan
memanfaatkan Helen Keller. Anne berhasil menjinakkan perilaku Hellen sekaligus mengembangkan
segala potensi yang dimilikinya. Anne memulainya dengan mengajarkan Hellen
untuk mengidentifikasi benda dengan cara penggoresan ejaan dari sebuah kata di
telapak tangan setiap ia diminta meraba suatu benda, memahami kata-kata dengan
membaca gerakan bibir, sampai mengenalkannya pada huruf braille yang membuatnya
mendapatkan gelar B.A. Selain itu, konsistensi akan arahan menjadi mandiri dan
mengatasi tingkahnya yang liar dan penuh amarah juga dilakukan Anne kepada
Hellen. Anne memulainya dengan pembiasaan etika makan dan patuh kepada orang
tua melalui pembiasaan, nasehat, ajakan, hadiah dan hukuman.
Pengaplikasian metode pendidikan karakter berbasis potensi diri yang digunakan Anne untuk mengeksplore Hellen
Hellen yang liar dan
manja memaksa Anne untuk memutar otak mencari metode dan pendekatan yan tepat
untuk membentuk karakternya. Anne memulainya dengan metode reward and punishment, yaitu dengan memberikan cake kesukaannya sebagai hadiah ketika mampu mengeja kembali kata
baru dan menyiramnya dengan air minum sebagai hukuman ketika ia menyemburkan
makanannya ke wajah Anne. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pembiasaan
etika ketika makan. Konsistensi dan komitmen Anne menggunakan kedua metode ini
mampu mengembangkan kemampuan dan kelebihan Hellen dibalik kekurangannya
sebagai seorang tuna netra dan tuna rungu.
Cerita pasangan guru
dan murid ini mengajarkan kita untuk
lebih tegar dan lebih optimis dalam menjalani permasalahan hidup.
*tulisan ini untuk Estrilook Community Challenge
#day9 #wanitainspiratif
Komentar
Posting Komentar